PusaranNews.id, Jakarta – Jaksa Agung kembali melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, dimana penghentian penuntutan ini lakukan melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana. Dimana penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang telah disetujui sebanyak 4 permohonan.
Dimana sebanyak 4 berkas perkara yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri dan telah dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
Tersangka atas nama DEDI AFRIANTO PGL DEDI yang berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Sawahlunto yang disangka telah melanggar Primair Pasal 351 Ayat (2) KUHP Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
“Tersangka atas nama ZULKIFLI PGL CUN yang berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Solok yang disangka telah melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian,” fadil.
Tersangka atas nama FIQRI KAMARUDDIN bin KAMARUDDIN yang berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Takalar yang disangka telah melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
Tersangka atas nama SYNTHA SUSANTI binti EDI RIDWAN yang berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Empat Lawang yang disangka telah melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri l, untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain.
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Selanjutnya tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Dan tersangka terkena ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
“Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” kata dia.(PN)